Oleh
Franki Chandra Utama, S. Hut., M. Si
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit V Bengkulu Selatan
Email : frankichandra50@gmail.com
PENDAHULUAN
Hutan
mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh
beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut
dan pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang
dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Ekosistem Mangrove
di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan
jumlah total kurang lebih 89 spesies yang terdiri dari 35 spesies tanaman, 9
spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasit
(Nontji, 1987).
Hutan
mangrove di Indonesia sangat banyak dan hampir di setiap kawasan pesisir
ataupun daerah estuaria terdapat mangrove. Hutan mangrove merupakan jenis atau
tipe hutan yang masih dipengaruhi oleh pasang surut karena pada saat pasang
akan tergenang dan pada saat surut akan bebas dari genangan.
Hutan
mangrove membawa dampak yang baik bagi daerah estuaria maupun bagi
manusia yang bermukim di sekitar pesisir. Manfaat dari hutan mangrove adalah
melindungi pantai dari abrasi, sebagai tempat mencari makan dan berlindung bagi
organisme laut maupun darat. Adapun manfaat hutan mangrove bagi manusia adalah
sebagai bahan baku untuk bahan bakar, sebagai bahan makanan alternatif, dan
sebagainya
Namun
seiring berkembangnya zaman dan banyaknya orang yang bermukim di daerah pesisir
maka sebagian orang memanfaatkan lahan mangrove sebagai lahan pemukiman dengan
cara menebang hutan mangrove dan juga mereka mengekploitasi secara
besar-besaran sehingga hutan mangrove semakin berkurang. Oleh karena itu perlu
diadakan upaya perbaikan dan pemulihan sehingga mangrove yang ada sekarang
tidak semakin berkurang demi masa depan generasi selanjutnya. Pengenalan
rehabilitasi mangrove akan memberi motivasi masyarakat dalam menghijaukan
kembali pesisir dan pantai.
Tulisan ini berusaha
menggambarkan secara umum hutan mangrove dan strategi rehabilitasi hutan
hangrove. Sehingga di harapkan agar hutan mangrove tetap terjaga keberadaannya.
Menurut Peraturan
Menteri Kehutanan No.03/MENHUT-V/2004 rehabilitasi hutan mangrove adalah upaya
mengembalikan fungsi hutan mangrove yang mengalami degradasi, kepada kondisi
yang dianggap baik dan mampu mengemban fungsi ekologis dan ekonomis.
Dalam kerangka
pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua konsep utama yang dapat
diterapkan. Kedua konsep ini pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian
bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap
lestari. Kedua konsep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan
rehabilitasi hutan mangrove.
Kegiatan penghijauan
yang dilakukan terhadap utan-hutan yang telah gundul, merupakan salah satu
upaya rehabilitasi yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai
estetika, namun yang paling utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis
kawasan hutan mangrove tersebut. Kegiatan seperti ini menjadi salah satu
andalan kegiatan rehabilitasi di beberapa kawasan hutan mangrove yang telah
ditebas dan dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain. Kegiatan rehabilitasi
hutan mangrove sendiri telah dirintis sejak tahun 1960 di kawasan pantai utara
Pulau Jawa.
Sekitar 20.000 ha
hutan mangrove yang rusak di pantai utara Pulau Jawa dilaporkan telah berhasil
direhabilitasi dengan menggunakan tanaman utama Rhizophora spp dan Avicennia
spp dengan persentumbuh hasil penanaman berkisar antara 60-70%.
Fungsi dan Peranan
Rehabilitasi Mangrove
Rehabilitasi hutan
mangrove dilaksanakan untuk memulihkan dan meningkatkan fungsi lindung, fungsi
pelestarian dan fungsi produksi (Kementrian Lingkungan Hidup, 1994).
Program rehabilitasi
dan konservasi dimaksudkan untuk memulihkan atau memperbaiki kualitas tegakan
yang sudah rusak serta mempertahankannya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
menjaga fungsi hutan baik sebagai penghasil kayu, penjaga intrusi air laut,
abrasi, serta sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga (Aqsa, 2010).
Rehabilitasi hutan
mangrove merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan mangrove yang merupakan
bagian integral dari pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu yang
ditempatkan pada kerangka Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit manajemen.
Penyelenggaraan rehabilitasi hutan mangrove yang dimaksud ditujukan untuk
memulihkan sumberdaya hutan yang rusak sehingga berfungsi optimal dalam
memberikan manfaat kepada seluruh pihak yang berkepentingan, menjamin
keseimbangan lingkungan dan tata air Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan
pesisir, mendukung kelangsungan industri berbasis sumberdaya mangrove. Tujuan
tersebut dapat dicapai jika penanganan kawasan dilakukan secara tepat, adanya
kelembagaan yang kuat, dan teknologi rehabilitasi yang tepat guna berorientasi
pada pemanfaatan yang jelas (DKP, 2010).
Manfaat
Mangrove dalam perikanan
Ekosistem mangrove
memiliki manfaat yang salah satunya sebagai penunjang kegiatan perikanan baik
perikanan tangkap maupun budidaya. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan
(2005), ekosistem mangrove secara khusus sangat penting bagi kegiatan perikanan
mengingat bahwa:
1.
Berbagai
jenis organisme laut menjadikan ekosistem mangrove sebagai habitat.
2. Ekosistem
mangrove menyediakan tempat perlindungan dan habitat aman bagi larva dan
juvenil ikan serta sumber makanan dari serasah yang membusuk.
3. Ekosistem
mangrove menyediakan tempat untuk pemijahan, periode pelagik dan rekruitmen
spesies ikan dan udang.
4. Ekosistem
mangrove menjadi tempat berlindung bagi organisme yang bersifat plankton yang
terdorong arus ke pantai.
5. Ekosistem
mangrove membentuk hubungan yang penting dalam siklus hidup berbagai biota
termasuk ikan komersial tinggi.
Menurut Supriharyono
(2000), menyatakan bahwa peranan hutan mangrove yaitu sebagai tempat pemijahan
(spawning ground), daerah pengasuhan (nursery ground) dan
mencari makan (feeding ground) bagi ikan, kepiting, udang dan moluska.
Sementara itu, menurut Nontji (2005) menyatakan di kawasan mangrove Indonesia
sedikitnya tercatat 80 jenis krustasea, dan 65 jenis moluska. Lokasi dan
potensi produksi perikanan udang di Indonesia mempunyai kaitan erat dengan
lokasi serta luas hutan mangrove di dekatnya. Selain udang, beberapa jenis ikan
komersial juga mempunyai kaitan dengan mangrove misalnya bandeng dan belanak.
Penyebab
Kerusakan Hutan Mangrove
Kerusakan terhadap
hutan mangrove dapat terjadi secara alamiah atau adanya tekanan oleh masyarakat
yang tinggal di sekitar hutan mangrove. Secara alamiah timbul karena adanya
peristiwa alam seperti adanya topan badai atau iklim yang berkepanjangan yang
menyebabkan akumulasi garam dalam tanaman mangrove (Murdiyanto, 2003). Menurut
Simbolon (1990), gangguan yang serius terhadap kelestarian hutan mangrove yaitu
terjadinya perombakan hutan dan penebangan liar. Gangguan lainnya adalah
pelanggaran dalam pelaksanaan pengusahaan hutan dan adanya sedimentasi.
Ada tiga faktor utama penyebab
kerusakan hutan mangrove (Kusmana, 2002) yaitu :
1. Pencemaran.
Pencemaran yang
terjadi pada areal hutan mangrove terutama disebabkan oleh minyak dan logam
berat. Dua sumber utama pencemaran areal mangrove ini merupakan dampak negatif
dari kegiatan pelayaran, industri serta kebocoran pada pipa/tanker industri dan
tumpahan dalam pengangkutan.
2. Konversi lahan hutan mangrove.
Konversi hutan
mangrove untuk budidaya perikanan, lahan pertanian, jalan raya, industri,
perkotaan, pertambangan, penggalian pasir dan sebagainya.
3. Penebangan yang
berlebihan.
Penebangan
kayu mangrove secara legal maupun ilegal untuk produksi kayu bakar, arang dan
chip telah berlangsung lama. Eksploitasi tersebut dilakukan secara berlebihan
sehingga telah menimbulkan kerusakan dan menurunkan fungsi atau potensi
produksi hutan mangrove.
Selanjutnya,
Kusmana (2002) mengemukakan adanya faktor – faktor pendukung penyebab kerusakan
hutan mangrove yang antara lain adalah pertumbuhan ekonomi memerlukan
tersedianya sarana dan prasarana transportasi terutama jalan raya, terminal,
pelabuhan dan prasarana lainnya, urbanisasi dan sebagainya merupakan indikator
terjadinya peningkatan aktivitas perekonomian. Peningkatan aktivitas
perekonomian seperti ini ikut mempercepat terjadinya kerusakan areal hutan
mangrove.
Pengelolaan
dan Pelestarian Hutan Mangrove
Dalam pengelolaan dan
pelestarian hutan mangrove, menurut Bengen (2001) terdapat dua konsep utama
yang dapat diterapkan yaitu perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove.Salah
satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka mengupayakan perlindungan terhadap
keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan mangrove untuk
menjadi kawasan hutan konservasi, dan suatu bentuk sabuk hijau di sepanjang
pantai dan tepi sungai. Bentuk perlindungan hutan mangrove seperti ini cukup
efektif dilakukan dan membawa hasil, contohnya seperti yang dapat dilihat di
Pulau Rambut dan Pulau Dua, Jawa Barat yang telah ditunjuk sebagai suatu
kawasan suaka margasatwa (Dahuri, 2001).
Kebijakan
dan Peraturan Pengelolaan Hutan Mangrove
Menurut Departemen
Kelautan dan Perikanan (2005), terdapat beberapa kebijakan – kebijakan dasar
dalam pengelolaan hutan mangrove yang antara lain, meliputi :
1. Untuk
kawasan mangrove yang masih asli atau mendekati kondisi asli, harus dilakukan
pengelolaan dengan tujuan pelestarian dan konservasi. Pengelolaan dengan tujuan
pelestarian dan konservasi ini terus dipertahankan sebelum tersedia data dan
informasi untuk menganalisis dampak bentuk pengelolaan lainnya.
2. Untuk
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pemanfaatan, misalnya untuk budidaya
ramah lingkungan, pariwisata, maka harus mengedepankan pendekatan kehati –
hatian (precautionary approach), khususnya apabila tidak tersedia
informasi tentang pemanfaatannya secara berkelanjutan.
3.
Apabila
direncanakan pemanfaatan ekonomi, khususnya yang menyebabkan hilangnya mangrove
seperti industri, permukiman, pertanian dan pertambakan, maka perlu diambil
seperti analisis dampak lingkungan, audit lingkungan dan rencana pengelolaan
lingkungan.
4. Untuk
kawasan mangrove yang berfungsi sebagai jalur hijau, berada pada pantai yang
rawan erosi, bantaran sungai dan mengurangi dampak negatif fenomena alam
seperti badai tropis, maka harus dilakukan pengelolaan untuk perlindungan dan
konservasi.
Strategi
pelestarian hutan mangrove
Strategi pelestarian
hutan mangrove yang digunakan adalah pelestarian dengan melibatkan masyarakat.
Pelestarian hutan mangrove adalah merupakan suatu usaha yang sangat kompleks
untuk dilaksanakan, karena kegiatan tersebut sangat membutuhkan suatu sifat
akomodatif terhadap segenap elemen yang berada di sekitar kawasan maupun di
luar kawasan.
Salah satu strategi
yang dapat diterapkan dalam konteks pengelolaan ekosistem hutan mangrove adalah
pengelolaan berbasis masyarakat (Community Based Management).
Dahuri (2001) mengemukakan bahwa pengelolaan berbasis masyarakat mengandung
arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu
kawasan. Tujuan mendasar dari pengelolaan ekosistem mangrove adalah untuk
meningkatkan konservasi, rehabilitasi dan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem
mangrove (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005). Tujuan ini dapat dicapai
melalui prinsip :
1.
Pengelolaan
ekosistem mangrove yang mengedepankan prinsip kehati – hatian (precautionary)
dengan mempertimbangkan praktek yang sudah ada, kearifan, keyakinan dan
kebiasaan masyarakat setempat.
2.
Pengelolaan
mangrove yang didasarkan pada pendekatan ekosistem dengan mempertimbangkan
kegiatan dan dampaknya baik di kawasan hulu dan hilir.
3.
Pengelolaan
kawasan mangrove yang berorientasi pada keberlanjutan fungsi lingkungan dan
nilai – nilai ekologi untuk mendukung kesejahteraan masyarakat, utamanya
masyarakat pesisir.
4. Upaya
mitigasi dampak lingkungan akibat aktivitas pembangunan di kawasan ekosistem
mangrove.
5. Pengelolaan
ekosistem mangrove merupakan proses berulang (interative process) yang
terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pemanfaatan lestari
serta didukung dengan upaya – upaya pembinaan dan pengendalian yang konsisten
dan berkelanjutan.
6. Pengelolaan
ekosistem mangrove yang berlandaskan pada asas keterpaduan, keberlanjutan,
desentralisasi, dan perencanaan berbasis masyarakat.
Penutup
Hutan mangrove
membawa dampak yang baik bagi daerah estuaria maupun bagi manusia yang bermukim
di sekitar pesisir. Manfaat dari hutan mangrove adalah melindungi pantai dari
abrasi, sebagai tempat mencari makan dan berlindung bagi organisme laut maupun
darat. Adapun manfaat hutan mangrove bagi manusia adalah sebagai bahan baku
untuk bahan bakar, sebagai bahan makanan alternatif, dan sebagainya
Namun seiring
berkembangnya zaman dan banyaknya orang yang bermukim di daerah pesisir maka
sebagian orang memanfaatkan lahan mangrove sebagai lahan pemukiman dengan cara
menebang hutan mangrove dan juga mereka mengekploitasi secara besar-besaran
sehingga hutan mangrove semakin berkurang. Oleh karena itu perlu diadakan upaya
perbaikan dan pemulihan sehingga mangrove yang ada sekarang tidak semakin
berkurang demi masa depan generasi selanjutnya. Pengenalan rehabilitasi mangrove
akan memberi motivasi masyarakat dalam menghijaukan kembali pesisir dan pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Aqsa, Muhammad .
2010.Rehabilitasi Dan Konservasi Mangrove Dalam Menunjang Kawasan Konservasi
Laut Daerah (KKLD) Selat Tiworo http://Mimpi22.Wordpress.Com/2010/10/12/Rehabilitasi-Dan-Konservasi-Mangrove-Dalam-Menunjang-Kawasan-Konservasi-Laut-Daerah-Kkld-Selat-Tiworo/
[Diakses tanggal 23 Juni 2016]
Dahuri, R. 2003. Keaneka
Ragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, PT.
Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting
dan M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.
DKP, 2010. Rehabilitasi
Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil http://diskanlut- ateng.go.id/index.php/read/news/detail/62
[Diakses tanggal 23 Juni 2016]
Engen Dietriech. G. 2001. Pengenalan
dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL – IPB, Bogor.
Kusmana, C. 2002. Ekologi
Mangrove. Fakultas Kehutanan – IPB Bogor.
Nontji, A. 1987.Laut Nusantara.
Penerbit Djambatan. Jakarta.
PP. No.60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan
Supriharyono, 2000. Pelestarian
dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah PesisirTropis. PT.
Gramedia Pustaka Umum Jakarta, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar