Oleh
Franki Chandra Utama, S. Hut., M. Si
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit V Bengkulu Selatan
Email : frankichandra50@gmail.com
Indonesia adalah negara yang kaya akan kekayaan alam. Diantaranya adalah hutan. Berdasarkan Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sadino (2011) menjelaskan fungsi hutan yang mencakup beberapa aspek, antara lain fungsi ekologis, fungsi ekonomis dan fungsi sosial. Fungsi ekologis hutan adalah berupa perlindungan terhadap
tata air, satwa dan plasma nutfah. Fungsi ekonomis hutan adalah mencakup kebutuhan akan kayu dan hasil
hutan non kayu. Serta fungsi sosial yangmeliputi pnyeapan tenaga kerja dan aksesibilitas atau keterbukaan masyarakat
sekitar hutan. Karena pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan manusia sehingga
kelestarian hutan tersebut perlu dijaga agar hutan tidak kehilangan fungsinya.
Hal yang dapat mengakibatkan
terganggunya fungsi hutan diantaranya adalah kebakaran hutan. Adinugroho, W.C., at al (2004) mendefisikan kebakaran hutan dan lahan yaitu suatu peristiwa kebakaran, baik
alami maupun oleh perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan
bebas serta mengkonsumsi bahan bakar
hutan dan lahan yang dilaluinya.
Kebakaran hutan dan
lahan mempunyai dampak buruk terhadap tumbuhan, sosial ekonomi dan lingkungan
hidup, sehingga kebakaran hutan dan lahannya bukan saja berakibat buruk
terhadap hutan dan lahannya sendiri, tetapi lebih jauh akan mengakibatkan
terganggunya proses pembangunan.
Sementara ini
kebakaran hutan dan lahan masih dianggap sebagai suatu musibah atau bencana
alam seperti halnya gempa bumi, padahal kebakaran hutan dan lahan berbeda
dengan kejadian-kejadian bencana alam tersebut. Kebakaran hutan dan lahan dapat
dicegah dan dikendalikan, karena kita telah mengetahui bahwa apabila musim
kemarau atau daerah rawan kebakaran tidak diadakan pencegahan sudah dapat
dipastikan akan terjadi kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan hal tersebut di
atas, sudah saatnya pengendalian kebakaran hutan dan lahan ditangani secara
terencana, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan. Dengan kata lain, bahwa
pengendalian kebakaran hutan dan lahan tidak hanya tertuju pada pemadaman saat
kebakaran hutan musim kemarau, tetapi hal-hal lain yang bersifat pencegahan
harus direncanakan dan dilakukan. Apabila
pencegahan dilakukan dengan tepat diharapkan kebakaran hutan di Indonesia dapat
berkurang.
Berdasarkan uraian di atas, artikel ini akan membahas
mengenai factor penyebab kebakaran hutan, dampak dan pengendalian serta
pencencegahan kebakaran hutan, dengan harapan artikel ini bermanfaat untuk
semua pihak yang peduli terhadap kasus kebakaran hutan.
1. Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan
Rasyid, Fahmi (2014) mengatakan
bahwa kebakaran hutan yang terjadi di
Indonesia disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu : (1) factor kondisi bahan
bakar yang jumlah nya besar di lantai hutan
dan rawan terhadap bahaya kebakaran, (2) faktor cuaca, berupa suhu,
kelembaban, angin dan curah hujan. Suhu
yang tinggi akibat penyinaran matahari langsung menyebabkan bahan bakar
mengering dan mudah terbakar, kelembaban
yang tinggi (pada hutan dengan vegetasi lebat) mengurangi peluang terjadinya
kebakaran hutan, angin mempengaruhi proses pengeringan bahan bakar serta
kecepatan menjalarnya api sedangkan curah hujan mempengaruhi besar kecilnya
kadar air yang terkandung dalam bahan bakar, (3) factor sosial budaya
masyarakat yaitu penggunaan api dalam
kegiatan persiapan lahan, pembalakan
liar atau illegal logging serta kegiatan lainnya.
Sementara
itu berdasarkan hasil penilitian Ruchiat, Yayat ( 2001) yang melakukan
penelitian mengenai penyebab dan dampak kebakaran hutan dan lahan di kalimantan
barat menyimpulkan bahwa penyebab utama terjadinya kebakaran berasal dari api
yang ditimbulkan dari kegiatan
peladangan berpindah dan pembalakan lokal. Api merambat pada padang alang-alang
yang sangat rentan terhadap api. Sedangkan penelitian yang dilakukan Rianawati,
Fonny (2005) yang melakukan penelitian di Kalimantan Barat di ketahui penyebab
utama kebakaran hutan adalah aktifitas manusia seperti kegiatan pembersihan lahan
dan kelalaian manusia dengan membuang putung rokok sembarangan.
Pemahaman masyarakat tentang kebakaran
hutan juga menjadi faktor terjadinya kebakaran hutan, masyarakat berpandangan
bahwa membersihkan lahan untuk kegiatan perladangan dianggap lebih efektif
menggunakan api, hal ini disebabkan belum adanya ada alternative lain yang
lebih efektif. Selain itu masyarakat tidak melakukan pengendalian kebakaran
hutan, setelah melakukan pembakaran masyarakat membiarkan sehingga menyebabkan
ternjadinya kebakaran yang menyebar kemana-mana. Selain itu kebakaran hutan
juga disebabkan oleh beberapa perusahaan HTI/ HPH yang melakukan pembukaan
lahan dengan cara pembakaran hutan, Dari tahun 1995-2003, sebanyak 49
perusahaan telah diinvestigasi karena melakukan pembakaran (Chokkalingam, Unna
dan Suyanto, 2004).
2. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan
Dampak yang ditimbulkan karena
adanya asap dari kebakaran hutan adalah polusi udara, polutan yang terkandung
dalam udara yang dihasilkan oleh kegiatan kebakaran hutan yaitu debu dengan
ukuran partikel kecil PM10 & PM2,5), gas S antara lain infeksi saluran
pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain Ox, NOx,
COx, dan lain-lain, hal ini menimbulkan dampak negative bagi kesehatan
manusia, jarak pandang yang makin
pendek dan menurunnya intensitas curah hujan. (Lestari, Sri, 2000 ; Perwitasari, Dian dan Bambang Sukana, 2008)
Kebakaran hutan dan lahan juga menyebabkan kerusakan pada tanah, menurut Wasis,
Basuki(2003), kerusakan akibat kebakaran
hutan pada tanah meliputi kerusakan
fisik, kimia dan biologi, pkerusakan fisik
pada tanah yaitu terjadi pemadatan tanah
dan struktur tanah menjadi rusak, secara biologi pembakaran lahan dapat
mengakibatkan menurunnya sifat biologi tanah seperti total mikroorganisme,
total fungi dan C-mic. Kondisi tersebut tentunya sangat merugikan karena
mikroorganisme yang dapat meningkatkan prooduktifitas lahan seperti keberadaan
bakteri penambat nitrogen dan bakteri pelarut fosfat yang membantu ketersediaan
unsur hara tanah dapat hilang. Secara kimia pembakaran lahan mampu
peningkatan kandungan hara seperti N, P,
K, Ca, Mg dan Na serta bahan organic , serta mampu meningkatkan sanggaan tanah seperti
meningkatnya pH tanah, KTK tanah dan kejenuhan basa. Meningkatnya
sanggaan tanah secara langsung akan meningkatkan ketersediaan unsur hara.
Selain
pencemaran udara, kerusakan tanah, kebakaran hutan juga membawa dampak pada
siklus air, matinya pepohonan dan vegetasi serta sumber bahan bakar (seresah)
menyebabkan terganggunya siklus air, dengan tidak adanya pohon dan seresah
menyebabkan air hujan langsung jatuh ke tanah dan mampu menyebabkan erosi
tanah, selain itu juga mampu mengakibatkan banjir dengan membawa endapan tanah
yang mengakibatkan kurangnya tersediaan air minum (Depari, Eftratentra K., at.
all, 2009 ). Hutan merupakan faktor yang utama
dalam menjaga kualitas dan ketersediaan air (Sylviani, 2008).
Tacconi, Luca (2003) menjelaskan bahwa
akibat kebakaran hutan adalah terjadinya
defradasi hutan dan deforestasi dan hilangnya hasil hutan, erosi tanah serta hilangya keanekaragaman hayati (flora
dan fauna). Donna, Rachma (2006)
menjelaskan kebakaran hutan berpengaruh langsung terhadap satwa liar yang mempunyai
kemampuan terbatas untuk berpindah jauh
atau bergerak cepat dan satwa yang hanya tahan terhadap kondisi suhu dan
kelembaban tertentu seperti serangga dan amfibia.
Selanjutnya
hasil penelitian yang dilakukan Darwiati,
Wida dan Faisal D. Tuheteru
(2010) dalam bencana kebakaran hutan dan lahan ada beberapa
spesies yang memiliki kemampuan adaptasi
terhadap panas api yaitu puspa (Schima wallichii), tembesu (Fragraea fragrans), sungkai
(Peronema canescens), Eucalyptus
sp. dan laban
(Vitex pubescens), Larix occidentalis, Pseudotsuga menziesii dan
Pinus ponderosa
Selain mengakibatkan pencemaran
udara, menurunkan kualitas tanah, terganggunya siklus hidrogi, matinya
vegetasi, kebakaran hutan juga
mengakibatkan pemanasan global.
Menurut Suhud, M dan Saleh, C (2007) terdapat hubungan timbal balik antara
kebakaran hutan dan perubahan iklim, perubahan iklim Perubahan
iklim mengkondisikan dan meningkatkan kerawanan kebakaran hutan, dan sebaliknya kebakaran hutan
menyebabkan pemanasan global akibat pelepasan karbondioksida. Dengan banyak
lahan yang terbakar, maka semakin banyak pula persentase karbondioksida yang
dilepas ke udara.
3. Pengendalian dan Pencegahan
Kebakaran Hutan dan Lahan
Berbagai
upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan dilakukan melalui upaya
pencegahan, pemadaman dan paska kebakaran. Kementerian Kehutanan membentuk
brigade pengendalian kebakaran hutan yaitu “Manggala Agni” selanjutnya disebut Galaag.
Galaag dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) nomor 21/KPTS/DJ-IV/2004. Galaag
bertugas dalam upaya pengendalian kebakaran hutan untuk menjamin tujuan
perlindungan hutan dan konservasi alam.
Timbulnya
asap salah satunya ditimbulkan oleh kebakaran hutan. Kebakaran hutan disebabkan oleh alam, kelalaian, dan kesengajaan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu
dilakukan adalah, 1) penyuluhan dan pengawasan serta pembinaan kepada
masyarakat, 3) perbaikan manajemen perlindungan hutan ( meningkatkan patroli,
serta pemantauan secara dini), 4) peningkatan teknik silvikultur ( pembuatan
sekat bakar, pembuatan kolam air, serta pengendalian gulma dengan herbisida) dan
5) penegakan hukum yang tegas (Nurhasmawaty, 2004 ; Bahri, Samsul
,2002)
Selanjutnya
dijelaskan oleh Bahri, Samsul (2002)
upaya untuk mengatasi dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan dapat
dikelompokan pada tiga cara. Cara
pertama, yaitu pemadaman dari permukaan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah dan departemen kehutanan. Cara kedua, yaitu pemadaman dari udara yaitu
dengan menggunakan pesawat udara, seperti US-1A Water Bomberra dan cara yang ketiga melalui
teknologi Modifikasi Cuaca.
Kearifan lokal dinilai mampu
mengurangi meluasnya kebakaran hutan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar
kawasan hutan dengan cara membuka lahan dengan membakar hutan. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Akbar, Acep ., at
al (2011) di Kalimantan Tengah
membuktikan bahwa kearifan local pembersihan lahan yang diterapkan
sebagian penduduk adalah tumbuhan ditebas terlebih dahulu, kemudian di rebahkan
dan dikumpul ke tengah ladang, dibersihkan sekat bakar, baru kemudian dilakukan
pembakaran. Setelah pembakaran dilanjutkan dengan pengontrolan dan pemadaman
api sisa (bahasa dayak : menyimpuk atau ipanruk), dengan demikian untuk cara terakhir tidak
akan ada api liar.
Dalam rangka pencegahan kebakaran
hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf a pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan yaitu : 1) Pada tingkat nasional,
antara lain : membuat peta kerawanan kebakaran hutan
nasional, mengembangkan sistem informasi kebakaran hutan, pola kemitraan dengan
masyarakat, menetapkan standar peralatan pengendalian kebakaran hutan, program
penyuluhan dan kampanye pengendalian kebakaran, menetapkan melaksanakan
pembinaan dan pengawasan. ;
2) Pada tingkat provinsi, antara lain : membuat
peta kerawanan kebakaran hutan provinsi, membuat model-model penyuluhan,
melaksanakan pelatihan pencegahan kebakaran hutan, membuat petunjuk pelaksanaan
pemadaman kebakaran hutan, mengadakan peralatan pemadam kebakaran hutan,
dan melaksanakan pembinaan dan
pengawasan, 3) Pada tingkat
kabupaten/kota, antara lain: melakukan evaluasi lokasi rawan kebakaran
hutan, melaksanakan penyuluhan, membuat petunjuk teknis pelaksanaan pemadaman
kebakaran hutan, mengadakan peralatan kebakaran hutan, dan melaksanakan
pembinaan dan pengawasan.
4. Penutup.
Indonesia kaya akan sumber daya alam
salah satunya hutan, hamper setiap tahun hutan mengalami kebakaran, secara umum
penyebab kebakaran adalah kegiatan masyarakat yang membuka lahan mengggunakan
system api atau membakar, akibat dari yaitu
polusi udara, kerusakan keaneka-ragaman hayati (flora, fauna), musnahnya
sejumlah species, hutan gundul, banjir, kekeringan, mengubah ekosistem,
mempengaruh panas global . Upaya Pencegahan diantaranya , penyuluhan
dan pengawasan,
perbaikan manajemen perlindungan hutan, serta
penegakan hukum yang tegas.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, W. C., at al. 2004. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut.
Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands
International – Indonesia Programme
dan Wildlife
Habitat Canada. Jakarta
Akbar, Acep., at
al.2011. Studi Sumber Penyebab Terjadinya Kebakaran dan Respon Masyarakat dalam Rangka Pengendalian Kebakaran Hutan
Gambut di Areal Mawas Kalimantan Tengah. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman Vol.8
No.5, Desember 2011, 287 – 300.
Bahri, Samsul. 2002. Kajian
Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan
dan Lahan di Wilayah Sumatera Bagian
Utara dan Kemungkinan Mengatasinya
Dengan TMC . Jurnal Sains
& Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 2, 2002, 99- 104.
Chokkalingam, Unna dan Suyanto. 2004. Kebakaran, Mata
Pencaharian, dan Kerusakan Lingkungan Pada Lahan Basah Di Indonesia: Lingkaran
Yang Tiada Berujung Pangkal. Fire Brief oktober 2014 No 4.
Darwiati,
Wida dan Faisal D. Tuheteru. 2010. Dampak
Kebakaran Hutan Terhadap Pertumbuhan Vegetasi. Jurnal Tekno Hutan Tanaman Vol. No. ,3 1 April 2010, 27 – 32.
Depari,
Efratenta K., at al.. 2009. Dampak
Kebakaran Hutan terhadap Fungsi Hidrologi. Mayor Silvikultur Tropika
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Donna,
Rachma, 2006. Perilaku Api dan Dampak Pembakaran Terhadap Fauna Tanah pada Areal
Penyiapan Lahan di Hutan Sekunder
Aurbentes, Jasinga Jawa Barat. Skripsi. Bogor. Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Kementrian
Kehutanan. 2004. Surat Keputusan Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) nomor
21/KPTS/DJ-IV/2004.
Jakarta.
Lestari,
Sri. 2000. Dampak dan Antisipasi Kebakaran Hutan. Jurnal
Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 2, Januari 2000 : 171-175.
Nurhasmawaty.
2004. Gangguan Asap Dan Kebakaran
Hutan. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara.
Peraturan
pemerintah Republik Indonesia No 45
tahun 2004 tentang perlindungan hutan.
Perwitasari, Dian dan Bambang Sukana. 2012. Gambaran
Kebakaran Hutan dengan Kejadian Penyakit ISPA dan Pneumonia Di Kabupaten Batang
Hari, Provinsi jambi tahun 2008. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 11 No 2, Juni 2012 : 148 – 158.
Rasyid,
Fachmi . 2014. Permasalahan dan Dampak
Kebakaran Hutan. Jurnal Lingkar Widiaswara. Edisi
1 No. 4, Oktober – Desember 2014, p.47-59.
Rianawati,
Fonny. 2005. Kajian Faktor Penyebab dan Upaya Pengendalian Kebakaran Lahan Gambut
oleh Masyarakat di Desa Salat Makmur Kalimantan Selatan. Jurnal
Hutan Tropis Borneo No. 17, September 2005.
Ruchiat, Yayat . 2001.
Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan
(The Underlying Causes
and Impact of Fire) Studi Kasus: Tumbang
Titi, Kabupeten Ketapang, Kalimantan Barat. Makalah Disampaikan Lokakarya
Perencanaan Proyek Community development through rehabilitation
of Imperata grasslands using trees: Amodel approach growing Vitex Pubescens for
charcoal production in Kalimantan Indonesia, Pontianak 23 Februari
2001.
Sadino. 2011. Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum
tentang Peran Serta Masyarakat dalam
Pemberantasan Pembalakan Liar Hutan
(Ilegal Loging). Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Badan
Pembinaan Hukum Nasional. Jakarta.
Suhud M dan Saleh, C, 2007. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Habitat Orangutan. WWF-Indonesia, Jakarta.
Sylviani. 2008. Kajian Distribusi Biaya dan
Manfaat Hutan Lindung sebagai Pengatur Tata Air). Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 5 No.
2 Juni 2008, Hal. 95 - 109
Tacconi, Luca. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia :
Penyebab, Biaya dan Implikasi Kebijakan. Center for International Forestry
Research Occasional Paper No. 38 (i).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
| Wasis, Basuki. 2003. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Kerusakan Tanah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. IX No. 2 : 79-86. |